(Benarkah saya termasuk
orang yang bertakwa)
Saudara-saudaraku yang
di muliakan Allah
Inilah pesan pasca
Ramadhan yang kusampaikan sebagai bahan renungan menghadapi dinamika kehidupan
keseharian. Ramadhan telah usai dan kita masih diliputi dengan suasana
merayakan hari kemenangan melawan hawa nafsu. Dan kita proklamasikan kepada
khalayak bahwa saya termasuk golongan orang bertakwa dengan ciri ketika menuju kelapangan untuk
shalat idul fitri dengan berbaju Takwa, sarung baru serta tutup kepala yang
putih bersih, dan dibahu terselempang sorban kotak model Yasser Arafat. Dengan ciri
demikian benarkah kita termasuk golongan orang yang bertakwa? Jawabnya hanya
Allah dan sudaraku yang tahu, sebab bertakwa atau tidak kita sendirilah yang
dapat mengukurnya. Allah Swt berfirman,”
Katakanlah: "Jika
kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu melahirkannya, pasti
Allah mengetahui." Allah mengetahui apa-apa yang ada di langit dan apa-apa
yang ada di bumi. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS Ali Imran (3) :
29)
Nurcholish Madjid (alm)
dalam berbagai pesan takwanya di Masjid Paramadina menguraikan tentang puasa dan berbagai
implikasinya. Untuk memahami lebih lanjut
pesan takwa khususnya tentang puasa disajikan dalam bentuk dialog
imajinair, tanya jawab dengan Nurcholish Madjid
Tanya : Di dalam surat Al
Baqarah 183 dijelaskan bahwa tujuan puasa adalah agar kamu bertakwa. Bagaimana puasa bisa mengantarkan kita kepada kondisi
takwa ?
Jawab : Karena puasa adalah ibadah yang paling
pribadi. Paling personal. Jika ibadah
lain mudah tampak oleh mata, maka tidak demikian dengan puasa. Seorang
mengerjakan salat atau tidak, bisa kita ketahui. Kita
juga bisa tahu, apakah
seseorang membayar zakat atau tidak.
Orang yang beribadah haji lebih mudah lagi kita ketahui. Karena haji adalah
ibadah yang sangat demonstratif. Tetapi, tidak
ada yang tahu kita benar-benar berpuasa, kecuali diri kita sendiri dan
Allah Swt. Karena cukuplah puasa kita
batal hanya dengan meminum seteguk air pada pada waktu kita tak tahan dan sendirian. Dengan seteguk
air yang kita mengharapkan untuk meringankan derita haus, maka seluruh puasa
kita telah hilang. Hal itu hanya kita sendiri dan Allah swt yang tahu. Itulah
sebabnya dalam sebuah hadis Qudsi,
dijelaskan : “ Dari Abu Shalih Az Zayyat, ia mendengar Abu Hurairah
berkata, Rasulullah saw bersabda, Allah berfirman, “ setiap amal anak Adam bagi
dirinya, puasa itu untukKu dan Akulah
yang menanggung pahalanya (HR Bukhari)
Tanya : Kata puasa yang kita
pinjam dari bahasa Sansekerta, sebagai terjemahan dari kata shawm atau shiyam,
mempunyai makna menahan diri. Apakah yang dimaksud menahan diri disini ?
Jawab : Ibadah puasa adalah ibadah
melatih menahan diri. Karena kelemahan manusia yang terbesar ialah
ketidaksanggupan menahan diri. Ini dilambangkan dalam kisah kekek kita yaitu
Adam. Ketika dia bersama isterinya Hawa dipersilahkan oleh Allah swt untuk tinggal di surga dan diberikan kebebasan untuk
menikmati apa saja yang tersedia di surga. Semuanya boleh, hanya satu pohon
yang tidak boleh. Allah sudah membuat perjanjin, namun Adam rupanya lupa dan
kurang teguh kemauannya. Digambarkan dalam Al Qur’an.
“Dan sesungguhnya telah
Kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan perintah itu), dan
tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat. (Qs Thahaa : 115)
Ini adalah drama kosmis
yang melambangkan karakter manusia. Bahwa kelemahan manusia terletak ketidak
mampuannya menahan diri dari golongan keserakahan. Dan kita adalah cucu Adam
mempunyai potensi menjadi seperti kakek kita, jatuh tidak terhormat. Maka puasa
bertujuan untuk mengingatkan kita bahwa kita harus menahan diri.
Tanya : Apa ukuran kita dapat menahan diri ?
Jawab : Ukuran puasa bukanlah
lapar dan dahaga. Seolah-olah makin lapar dan semakin dahaga, pahalanya semakin besar. Tidak demikian. Pahala puasa tergantung
kepada sikap jiwa. Dalam hadis disebutkan sebagai jiwa imanan wa ihtisaban.
Yaitu, penuh percaya kepada Allah dan penuh perhitungan kepada diri sendiri. Dari
Abu Hurairah, Nabi saw bersabda “Barangsiapa berpuasa dengan penuh iman dan
penuh instropeksi, maka seluruh dosanya dimasa lalu akan diampunkan oleh Allah
(HR Bukhari).
Tanya : Apakah yang dimaksud penuh instropeksi disini ?
Jawab : Instropeksi diri
adalah memeriksa diri sendiri dengan menanyai diri sendiri, dapat dilakukan dengan
tafakkur, i’tikaf serta melaksanakan
shalat malam. Karena pada waktu itu adalah moment yang baik untuk bertanya
secara jujur sebetulnya siapa saya ini ? Apakah betul saya ini orang baik ?
Apa betul yang saya lakukan adalah benar-benar kebaikan ?
Tanya : Adakah contoh untuk
memberikan gambaran deretan pertanyaan diatas ?
Jawab : Ada perumpamaan
karikatural. Ketika rumah kita diketok orang yang meminta sedekah/uang lalu
kita memberinya uang, ikhlaskah pemberian kita? Ataukah untuk mengusir orang
itu supaya lekas pergi ? Ada satu batas yang kadang tidak tampak. Kelihatannya
sedekah, tetapi sebetulnya perlakuan kasar. Karena kita menghendaki orang itu
lekas pergi. Kadang-kadang kita katakan kepada anak kita atau pembantu kita
“kasih orang itu uang biar lekas pergi.” Kelihatannya sedekah tapi sebetulnya
mengusir.
Tanya : Apakah hikmah
instropeksi diri dikatkan dengan puasa?
Jawab : Puasa menjadi kesempatan
untuk instrospeksi total, sebetulnya siapa diri kita. Semua aktifitas
perlambang bahwa kita tidak punya pretensi apa-apa. Tidak punya perasaan sebagai orang baik dan
sebagainya. Hanya dengan instropeksi seperti itu taubat kita diterima dan
kita mendapat petunjuk dari Allah Swt.
Tanya : Mohon pesan terakhir
supaya, puasa kita tidak sia-sia ?
Jawab : Renungkan semua itu, agar supaya puasa kita
betul-betul menjadi lebih baik. Jangan sampai panas setahun hilang oleh hujan
sehari. Jangan sampai puasa kita sepanjang bulan Ramadhan lewat terhapus begitu
saja oleh kesalahan kita. Nabi saw memperingatkan : Dari Abu Hurairah,
Rasulullah Saw bersabda, barang siapa yang tidak bisa meninggalkan perkataan
kotor dan (tak bisa meninggalkan) perbuatan kotor maka Allah tidak punya
keinginan apa-apa meskipun orang itu meninggalkan makan dan minum (HR
Bukhari),
Allah
tidak peduli, Artinya puasa kita menjadi
sia-sia.
Wallahu ‘alam bish shawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar