Rabu, 22 Agustus 2012

AKTUALISASI TAKWA PASCA RAMADHAN


photo by: @bou3Lif_qtr
Saudaraku-saudaraku yang sedang merayakan Idul Fitri..
Bahagia sekali rasanya hari-hari ini karena kita dapat merayakan hari kemenangan setelah 1(satu) bulan penuh melaksanakan ibadah puasa. Kita sadar benar bahwa ibadah puasa di  tujukan untuk meraih derajat mulia yaitu “manusia yang bertaqwa”. Predikat yang mulia, dicapai dengan cara-cara yang mulia pula. Karena itulah, marilah pasca Ramadhan ini kita pelihara atau jika mungkin kita tingkatkan kualitas takwa yang kita gapai di bulan Ramadhan. 
Saudaraku, mari kita torehkanlah kehidupan hari ini lebih baik dari hari kemarin, serta masa depan menjadi lebih baik lagi daripada hari ini. Itulah makna pencerahan dari puasa, yakni melakukan “takhrij min al-dhulumat ila al-nur keluar dari segala kegelapan kejahiliahan menuju kepada yang berperadaban mulia.
Tapi sebaliknya saudaraku, apabila puasa tidak membuahkan pencerahan perilaku dan tindakan, maka puasa yang dilakukan sebulan penuh hanyalah puasa syari’at minus hakikat. Puasa yang kita laksanakan sekedar memenuhi rukun tanpa  isi, atau puasa simbul tanpa fungsi. Maka puasa tak membuahkan aktualisaisi yang positip dalam kehidupan kedepan. Itulah puasa sekadar memenuhi rukun formal sebagaimana sabda Nabi saw dalam satu haditsnya , ” Banyak orang berpuasa, tiada hasilnya kecuali lapar dan haus.”
Saya mempunyai positip, bahwa saudaraku telah melaksanakan dengan sepenuh hati dan penuh keikhlasan semata-mata mengharap ridho Allah. Maka dalam suasana Idul Fitri  ini perlu diingatkan bahwa supaya puasa kita tidak sia-sia maka paling tidak ada 4 (empat) hal penting kita perhatikan sebagai aktualisasi taqwa yang kita gapai dalam pelatihan bulan Ramadhan..
Pertama. Setelah menunaikan puasa Ramadhan  dengan sebaik-baiknya kita di hari raya Fitri kembali menjadi suci (bersih) dari dosa karena memperoleh ampunan Tuhan sebagaimana sabda Nabi saw, ” Barangsiapa yang berpuasa karena iman dan penuh perhitungan, maka dosanya diampuni Tuhan. ” Ketika itu kita menjadi sosok baru, yakni manusia yang bersih laksana kertas putih. Karena itu, mari kita rawat jiwa yang bersih dengan jalan semakin memperkuat iman dan memperbanyak amal shalih, serta menjaga dan menjauhkan diri dari segala keburukan yang mengotori jiwa. Kita telah jadikan Ramdhan, hari pembakaran dosa dan kesalahan, untuk menjadikan manusia yang bersih lahir dan bathin. Hari-hari kedepan kita tetap bersemangat dalam ibadah, sekaligus tempat menyemai benih-benih serba kebaikan dalam hidup yang fana ini.
Kedua Idul Fitri merupakan gerakan kembali kejiwa yang fitrah. Kembali ke fitrah berarti menemukan kembali potensi diri manusia sebagai makhluk Tuhan yang autentik. Nabi Saw bersada, ”kullu mauluddin yuladu ’ala al fitrah,” bahwa setiap anak manusia pada awalnya/dasarnya ialah suci. Manusia yang fitri adalah sosok manusia yang selalu mendengarkan nuraninya. Yakni nurani yang sensitif dan cinta serba kebaikan, sebaliknya benci pada serba keburukan. Dari jiwa autentik inlah lahir perilaku terpuji yang juga asli dan tidak dibuat-buat. Orang autentik selalu mendengar dengan mata hatinya yang bening, sehingga menjadi manusia yang jujur dan amanah.
Ketiga. Kembali ke fitrah, berarti kembali kepada agama / ajaran Tuhan yang auntentik, yakni Islam. Allah Swt berfirman dalam Al-Qur’an,
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui, (Qs Ar Ruum : 30).
  •  Agama yang fitri, yakni agama yang mengajarkan tauhid dengan benar (habl min Allah), sekaligus mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan (habl min al-nas) yang luhur dalam kehidupan.
  • Agama Tauhid yang benar bukan hanya lurus dalam beraqidah kepada Allah, tetapi juga Ihsan pada kemanusiaan. 
  • Agama yang mengajarkan kejujuran, amanah, keadilan, kebaikan, kesetaraan, kepeduliaan terhadap sesama, kedamaian, penghormatan terhadap hak dan martabat manusia dan menampilkan keutamaan.
  • Agama yang mengajarkan iman dan amal shalih, ilmu dan amal, akal dan nurani, rasa dan dan kemampuan instrumental, syari’at dan hakikat, ibadah dan muamalah, dan lain-lain.
  • Agama yang memerintahkan pemeluknya untuk menjadi hamba Allah yang taat (abdullah), sekaligus menjadi khalifah untuk memakmurkan alam raya ini (khalifah fi al-ardl )

Keempat. Bahwa jika idul fitri ditarik kemakna ”hari raya berbuka puasa”, marilah kita  syukuri kebahagiaan pasca Ramadhan ini dengan bersikap dan beramal shalih lebih baik lagi, serta tidak larut dalam kegembiraaan lahirah apalagi menjadi tamak atau berlebihan. Sikap berlebihan akan menjurus pada tamak atau rakus. Kerakusan itulah yang sering menghancukan kehidupan bangsa sebagaimana diperingatkan Allah Swt,
Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menta`ati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya per-kataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya. (Qs Al Is-Israa : 16)
Saudaraku, dalam momentum pasca Ramadhan ini hendaknya segera untuk melakukan gerakan ”aktualisasi taqwa’ secara luas guna membentuk individu yang berakhlak karimah, keluarga yang sakinah, masyarakat atau qoriyah yang thayyibah, dan bangsa atau negara yang
”baldatun thayybatun wa rabbun ghafur.
Wallahu 'alam bish shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar