Saudaraku-saudaraku
yang sedang merayakan Idul Fitri..
Bahagia
sekali rasanya hari-hari ini karena kita dapat merayakan hari kemenangan setelah
1(satu) bulan penuh melaksanakan ibadah puasa. Kita sadar benar bahwa ibadah
puasa di tujukan untuk meraih derajat mulia
yaitu “manusia yang bertaqwa”. Predikat yang mulia, dicapai dengan
cara-cara yang mulia pula. Karena itulah, marilah pasca Ramadhan ini
kita pelihara atau jika mungkin kita tingkatkan kualitas takwa yang kita gapai
di bulan Ramadhan.
Saudaraku,
mari kita torehkanlah kehidupan hari ini lebih baik dari hari kemarin, serta
masa depan menjadi lebih baik lagi daripada hari ini. Itulah makna pencerahan
dari puasa, yakni melakukan “takhrij min al-dhulumat ila al-nur keluar
dari segala kegelapan kejahiliahan menuju kepada yang berperadaban mulia.
Tapi
sebaliknya saudaraku, apabila puasa tidak membuahkan pencerahan perilaku dan
tindakan, maka puasa yang dilakukan sebulan penuh hanyalah puasa syari’at minus
hakikat. Puasa yang kita laksanakan sekedar memenuhi rukun tanpa isi, atau puasa simbul tanpa fungsi. Maka puasa tak membuahkan aktualisaisi yang positip
dalam kehidupan kedepan. Itulah puasa sekadar memenuhi rukun formal sebagaimana
sabda Nabi saw dalam satu haditsnya , ” Banyak orang berpuasa, tiada
hasilnya kecuali lapar dan haus.”
Saya mempunyai positip, bahwa saudaraku telah
melaksanakan dengan sepenuh hati dan penuh keikhlasan semata-mata mengharap
ridho Allah. Maka dalam suasana Idul Fitri ini perlu diingatkan bahwa supaya puasa kita
tidak sia-sia maka paling tidak ada 4 (empat) hal penting kita perhatikan sebagai
aktualisasi taqwa yang kita gapai dalam pelatihan bulan Ramadhan..
Pertama. Setelah menunaikan puasa Ramadhan dengan sebaik-baiknya kita di hari raya Fitri
kembali menjadi suci (bersih) dari dosa karena memperoleh ampunan Tuhan
sebagaimana sabda Nabi saw, ” Barangsiapa yang berpuasa karena iman dan penuh
perhitungan, maka dosanya diampuni Tuhan. ” Ketika itu kita menjadi sosok baru, yakni manusia yang bersih laksana
kertas putih. Karena itu, mari kita rawat jiwa yang bersih dengan jalan semakin
memperkuat iman dan memperbanyak amal shalih, serta menjaga dan menjauhkan diri
dari segala keburukan yang mengotori jiwa. Kita telah jadikan Ramdhan, hari
pembakaran dosa dan kesalahan, untuk menjadikan manusia yang bersih lahir dan
bathin. Hari-hari kedepan kita tetap bersemangat dalam ibadah, sekaligus tempat
menyemai benih-benih serba kebaikan dalam hidup yang fana ini.
Kedua Idul Fitri merupakan gerakan kembali kejiwa
yang fitrah. Kembali ke fitrah berarti menemukan kembali potensi diri manusia
sebagai makhluk Tuhan yang autentik. Nabi Saw bersada, ”kullu mauluddin
yuladu ’ala al fitrah,” bahwa setiap anak manusia pada awalnya/dasarnya
ialah suci. Manusia yang fitri adalah sosok manusia yang selalu
mendengarkan nuraninya. Yakni nurani yang sensitif dan cinta serba kebaikan,
sebaliknya benci pada serba keburukan. Dari jiwa autentik inlah lahir perilaku
terpuji yang juga asli dan tidak dibuat-buat. Orang autentik selalu mendengar dengan mata hatinya yang bening, sehingga
menjadi manusia yang jujur dan amanah.
Ketiga. Kembali ke fitrah, berarti kembali kepada agama
/ ajaran Tuhan yang auntentik, yakni Islam. Allah Swt berfirman dalam
Al-Qur’an,
”Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah);
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui, (Qs Ar Ruum : 30).
- Agama yang fitri, yakni agama yang mengajarkan tauhid dengan benar (habl min Allah), sekaligus mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan (habl min al-nas) yang luhur dalam kehidupan.
- Agama Tauhid yang benar bukan hanya lurus dalam beraqidah kepada Allah, tetapi juga Ihsan pada kemanusiaan.
- Agama yang mengajarkan kejujuran, amanah, keadilan, kebaikan, kesetaraan, kepeduliaan terhadap sesama, kedamaian, penghormatan terhadap hak dan martabat manusia dan menampilkan keutamaan.
- Agama yang mengajarkan iman dan amal shalih, ilmu dan amal, akal dan nurani, rasa dan dan kemampuan instrumental, syari’at dan hakikat, ibadah dan muamalah, dan lain-lain.
- Agama yang memerintahkan pemeluknya untuk menjadi hamba Allah yang taat (abdullah), sekaligus menjadi khalifah untuk memakmurkan alam raya ini (khalifah fi al-ardl )
Keempat. Bahwa jika idul fitri
ditarik kemakna ”hari raya berbuka puasa”, marilah kita syukuri kebahagiaan pasca Ramadhan ini dengan
bersikap dan beramal shalih lebih baik lagi, serta tidak larut dalam
kegembiraaan lahirah apalagi menjadi tamak atau berlebihan. Sikap berlebihan
akan menjurus pada tamak atau rakus. Kerakusan itulah yang sering menghancukan
kehidupan bangsa sebagaimana diperingatkan Allah Swt,
”Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami
perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menta`ati
Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah
sepantasnya berlaku terhadapnya per-kataan (ketentuan Kami), kemudian Kami
hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.
(Qs Al Is-Israa : 16)
Saudaraku,
dalam momentum pasca Ramadhan ini hendaknya segera untuk melakukan gerakan
”aktualisasi taqwa’ secara luas guna membentuk individu yang berakhlak karimah,
keluarga yang sakinah, masyarakat atau qoriyah yang thayyibah, dan bangsa atau
negara yang
”baldatun
thayybatun wa rabbun ghafur.
Wallahu 'alam bish shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar