Bismillahirrahmanirrahiim
(Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)
Saudaraku yang selalu
dalam rahmat Allah.
Melalui blog marwanpesan7menit ini, tidak salahnya
kuingatkan waspadalah dalam mengarungi kehidupan di dunia. Meskipun kita termasuk orang yang taat, orang selalu
tunduk kepada Allah Swt sehingga kita merasa puas dan merasa sudah jadi orang
baik Kalau perasaan ini sudah ada pada diri kita aku mengingatkan untuk diriku
sendiri dan saudaraku yang kebetulan membaca blog ini ”waspadalah”
Sebab setan selalu mendampingi manusia yang rajin beribadah, makin
tinggi hasrat hamba kepada Allah makin tinggi pula tingkat setan untuk memperdaya
manusia, inilah hukum alam seberapa
berat benda menekan kebawah sebesar itu pula tenaga menolak keatas.
Sa’id Hawwa dalam bukunya mensucikan jiwa
menyatakan : “ Keterpedayaan ialah
ketertambatan jiwa kepada hal yang sesuai dengan hawa nafsu dan kecenderungan
tabi’at kepadanya karena syubhat (keraguan) dan penipuan setan. Barangsiapa
menyakini bahwa hal tersebut baik di dunia dan akhirat karena syubhat yang
rusak maka ia adalah orang yang terpedaya. Kebanyakan manusia mengira dirinya
baik pada hal perkiraan itu salah Jadi, kebanyakan manusia terperdaya,
sekalipun bentuk dan tingkat keterpedayaan mereka berbeda antara satu dengan
yang lain. Sebagian lebih berat ketimbang yang lain, tetapi keperdayaan yang
paling berat adalah keterpedayaan orang-orang kafir, orang-orang yang
bermaksiat dan orang-orang fasik.
Saudaraku yang taat, yang
selalu melaksanakan ibadah tiada henti.
Menurut Said Hawwa tidak
kurang dari 24 golongan dikatagorikan orang yang terpedaya. Golongan yang
dimaksud dapat dikatagorikan ahli ibadah, namun karena terpedaya oleh syetan
timbul kecenderungan merasa dirinya yang paling benar dan paling sempurna dan
berasyik dengan ibadahnya dan
menghinakan pihak lain. Said
Hawwa menjelaskan sasaran pembahasan adalah “mereka” tetapi ada baiknya bukan mereka tetapi “kita”
karena bukan tidak mungkin mereka yang terpedaya tetapi sebenarnya kita
terpedaya tetapi tidak menyadarinya
Dibawah ini kukutip 5 golongan dari 24 golongan
yang mungkin salah satunya termasuk kita. Bagaimana bentuk keterpedayaan dapat
dijelaskan sebagai contoh sebagai
berikut :
- Golongan yang menguasai ilmu dan amal lalu senantiasa melakukan ketaatan yang zhahir dan meninggalkan kemaksiatan, tetapi hanya sekedar zhahir tidak memperhatikan hati untuk menghilangkan sifat-sifat tercela seperti kesombongan, riya’, menginginkan keburukan terhadap pesaing. Hal ini seperti ini mungkin kita lupa akan sabda Rasulullah Saw, “ Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk-bentuk kalian dan tidak pula melihat harta kalian, tetapi Dia melihat kepada hati dan amal kalian.
- Golongan orang-orang pergi menunaikan haji tanpa menyelesaikan terlebih dahulu berbagai perkara dengan manusia, tidak membayar hutang, tidak meminta ridha kepada orang tua, dan tidak mencari bekal yang halal. Mungkin kita melaksanakan ibadah haji sekedar menggugurkan kewajiban haji, kita tidak mampu melaksanakan haji sebagaimana yang dituntun Rasulullah Saw. Kita datang ke Baitullah dengan hati dan akhlak yang tercela dan sifat yang nista. Sekalipun demikian kita mengira dalam keadaan baik dihadapan Allah padahal kita telah terpedaya.
- Golongan orang terpedaya dengan puasa, mungkin kita berpuasa terus menerus baik yang wajib dan sunat. Tetapi kita tidak menjaga puasa dengan benar sering melakukan perbuatan yang bertentangan dengan puasa seperti, mulut yang tidak pernah berhenti menggunjing dan memfitnah, hati yang dengki dan bila berbuka dengan makanan haram. Dalam kondisi demikian kita mengatakan diri kita orang baik dan taat sebenarnya kita telah terpedaya, maka puasa kita menjadi sia-sia hanya mendapat lapar dan haus saja.
- Golongan yang mengambil jalan dakwah, amar ma’ruf dan nahi mungkar. Mungkin kita memerintahkan atau mengajak orang lain melakukan kebaikan tetapi melupakan diri sendiri. Apabila orang lain melakukan kemungkaran kita menegurnya dengan keras. Tetapi bila kita sendiri melakukan kemungkaran dan diingatkan kita “marah”, ini betul-betul keterpedayaan. Lebih aneh lagi jika ada yang lebih baik dalam berdakwah, kitapun marah. Dalam hal ini kita benar-benar tenggelam dalam keterpdayaan
- Golongan yang mendakwakan ilmu ma’rifat, penyaksian kebenaran, dia merasa telah terlampaunya beberapa maqam dan hal, senantiasa dalam mata kesaksian dan pencapaian kepada kedekatan kepada Allah. Padahal ia tidak mengetahui hal-hal tersebut kecuali istilah dan lafazh saja. Kemudian meremehkan semua hamba dan ulama. Ia berkata tentang hamba ; “Mereka adalah para pencari ganjaran yang letih. Dan berkata tentang ulama : “Mereka adalah orang yang terhalang dari Allah. Jia kita mengambil jalan ma’rifat seperti ini pastilah kita mendakwakan diri telah sampai kepada golongan Muqarabbin, padahal di sisi Allah termasuk orang munafik dan durhaka dan terpedaya.
Sebab yang mendasar manusia mudah terpedaya bila kita masih mengutamakan
dunia daripada akhirat. Meskipun tampaknya amalannya untuk akhirat tetapi
dibalik itu ingin meraih kenikmatan
dunia seperti harta yang banyak, kemasyhuran, kepemimpinan. Tetapi kita tutup
dengan amalan-amalan akhirat. Allah Swt
berfirman,
Hai manusia, sesungguhnya janji Allah
adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan
sekali-kali janganlah syetan yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang
Allah. (Qs Fathir) (35) : 5)
Saudaraku yang selalu rajin beribadah.
Bagaimana
orang dapat terselamat dari keterpedayaan, padahal hampir tidak seorangpun
dapat terhindar dari keterpedayaan. Karena jalan apapun yang ditempuh ahli
ibadah akan menemui keterpedayaan.
Menurut Sa’id Hawwa untuk mengatasi keterpedayaan diperlukan kemauan
yang kuat untuk mengatasinya, maka ia akan menemukan berbagai cara akan mendapatkan berbagai rahasia jalan
untuk mencapai tujuan. Untuk menguatkan kemauan perhatian kepada akhirat harus
lebih utama daripada dunia. Seandainya ibadatnya hanya mencari dunia seperti kepemimpinan, simbol, gelar,
popularitas maka ibadahnya benar-benar terpedaya. Oleh karena itu perpaduan akal, ma’rifah serta ilmu merupakan satu
komponen yang utuh untuk menuju jalan
yang lurus bersih.
Dengan akal yang dimiliki manusia, memungkin untuk
memperkuat dan melatih diri untuk memahami berbagai kebenaran sebagai landasan
untuk berma’rifah. Dengan ma’rifah yaitu mengenal dirinya, mengenal
Tuhannya, mengenal dunia dan akhirat akan muncul cinta kepada Allah. Dan
dengan ilmu didapatkan pengetahuan tentang cara menempuh jalan kepada Allah,
serta mengetahui dan menghindari jalan
yang akan menjauhkan dari Allah. Dari suatu
kata bijak dijelaskan :
Semua orang binasa kecuali orang beramal, semua
orang beramal binasa kecuali orang berilmu. Semua orang berilmu binasa kecuali
orang ikhlas, dan orang-orang ikhlas terancam bahaya besar. Sesungguhnya orang
yang terpedaya binasa sedangkan orang yang ikhlas lari keterpedayaan tetap
terancam bahaya. Oleh karena itu rasa takut dan waspada tidak pernah berpisah
dari hati para wali Allah sama sekali.
"Ya Tuhan kami, janganlah
Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami,
janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau
bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah
Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah
kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka
tolonglah kami terhadap kaum yang kafir".
Wallahu ‘alam bish shawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar