Minggu, 11 November 2012

TANDA-TANDA ORANG IKHLAS




Bismillahirrahmanirrahiim
(Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)

Saudaraku yang dirahmati dan diberkati Allah.
Sesungguhnya segala puji hanya kepada Allah. Kita memujiNya,  memohon  pertolongan dan memohon ampunan hanya kepada Nya. Aku bersaksi tidak ada Tuhan yang patut disembah kecuali Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya, Semoga shalawat, salam, dan keberkahan juga tercurah kepada  nabi Muhammad Saw pembawa risalah mulia, beserta keluarga-nya, sahabatnya dan para pengikutnya sampai akhir zaman.
Saudaraku, tiap hari kita beramal sholeh dengan iman yang kokoh yang terhunjam dihati sanubari.  Tentunya kita berharap amal sholeh kita tidak sia-sia yaitu amal saleh yang diterima oleh Allah dan mendapat balasan baik di dunia dan di akhirat.  Pertanyaan yang selalu timbul,  amal saleh yang bagaimanakah dapat diterima oleh Allah Swt?  Untuk menjawab pertanyaan ini, terdapat 3 hal yang mendasar supaya  amal saleh yang kita lakukan akan diterima Allah jika memenuhi 3 (tiga) syarat yaitu : .

Pertama menyangkut masalah keimanan.
Yaitu amal ibadah seseorang hanya akan diterima oleh Allah Swt apabila orang itu beriman. Pernyatan kalimat “laa illaha ilallah”. (tidak ada Tuhan selain Allah),  bermakna tidak ada yang disembah kecuali Allah, tidak ada tempat minta pertongan kecuali kepada Allah. Hanya orang beriman sajalah yang diterima amal ibadahnya, Allah Swt berfirman, “
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan sembahyang dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Qs Al Baqarah  : 277)
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (Qs An Nahl : 97)
.. . ., maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta., dengan ikhlas kepada Allah, tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia.  (Qs Al Hajj, 30-31)

Kedua menyangkut masalah batin.
Yaitu segala amal perbuatan harus didasarkan kepada niat  yang ikhlas artinya saat melakukan amal perbuatan, batin kita harus benar-benar bersih. Rasulullah saw. bersabda, “Innamal a’maalu bin-niyyaat, sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung niatnya.” (Bukhari dan Muslim). Berdasarkan hadits itu, maka diterima atau tidaknya suatu amal perbuatan yang kita lakukan oleh Allah swt sangat bergantung pada niat kita. Kita telah di doktrin bahwa setiap apapun yang kita kerjakan semata-mata hanya karena Allah, jika tidak karena Allah maka dia menjadi batal. Allah Swt telah menuntun kita untuk mengucapkan,
Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam,
(Qs Al An’aam : 162)
.. . ., maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta., dengan ikhlas kepada Allah, tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia.  (Qs Al Hajj, 30-31)
Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".
(Qs Al Al Kahfi ) : 110)
Ketiga, menyangkut segi lahiriah.
Yaitu setiap amalan harus mengikuti tuntunan baik yang termuat dalam Al Qur’an maupun dalam  As Sunnah.  Rasulullah saw bersabda, “Man ‘amala ‘amalan laisa ‘alaihi amrunaa fahuwa raddun, barangsiapa yang mengerjakan suatu perbuatan yang tidak pernah kami diperintahkan, maka perbuatan itu ditolak.” (Muslim). Artinya jika amal sholeh  yang menyangkut ibadah makdhoh haruslah mengikuti tuntunan dalam Al Qur’an dan sunnah tidak ditambah-tambah atau dikurangi. Kecuali untuk ibadah-ibadah umum, namun demikian tetap dalam koridor keimanan.  Allah swt berfirman, ”
Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya.”
(Qs An-Nisa: 125)
Kecuali orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar. (Qs An Nisa’ : 146)
Saudaraku, kekasih Allah.
Mari kita fokuskan perhatian kita kepada syarat kedua yaitu masalah keikhlasan, Dr A’idh Al Qarni dalam bukunya jagalah Allah, Allah akan menjagamu, menjelaskan tentang orang beriman itu adalah wali Allah. Wali Allah selalu memurnikan ketaatan hanya menyembah kepada Allah dan segala sesuatunya dimulai dari niat,  sikap, rasa dan perbuatan semata-mata karena Allah.  Oleh karena itu wali Allah bukanlah diukur dengan berpakaian   baju  kurung  besar  atau berpakaian gamis dengan  berselendang surban,  sebenarnya pakaian tidak ada hubungan dengan kewalian.
Wali Allah tidak juga memiliki cara berjalan tertentu yang berbeda dengan lainnya. Aisyah r.ha pernah melihat sekelompok anak muda yang berjalan lemah. Lalu dia bertanya, “Siapakah mereka? Orang-orang berkata kepadanya, ”Mereka adalah kaum yang selalu beribadah. Dia berkata, “ Demi Allah  yang tiada Tuhan yang berhak disembah selain Dia. Umar r.a adalah orang yang lebih takut kepada Allah dari mereka dan lebih tekun beribadah kepadaNya, tapi jika dia berjalan dengan cepat, jika berbicara, bicaranya dapat didengar dan jika memukul, pukulannya menyakitkan.
Keikhlasan para wali Allah, tidak dapat diukur  dengan penampilan, tetapi lebih dari itu. Dr A’idh Al Qarni mengutip pernyataan seorang ulama bernama Abu Ustman menjelaskan bahwa wali Allah itu ialah : “Orang yang melakukan segala yang wajib, meninggalkan segala yang haram dan berbekal dengan sunnah. Dia berhati bersih, berakhlak baik, melakukan shalat malam, berjihad melawan dirinya sendiri dalam mengimani zat Allah, selalu beribadah kepadaNya, berhubungan baik dengan sesama manusia, ....... dan seterusnya dalam uraian yang panjang.
Saudaraku, tentunya dalam kita beramal  ingin semua amalan itu berdasarkan keikhlasan, supaya amal saleh kita tidak sia-sia. Jika suatu amal dikerjakan tanpa keikhlasan maka dia seperti debu yang berterbangan Allah Sw berfirman
Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.
(Qs Al Furqaan : 23)
 Untuk mengukur apakah amal saleh yang kita lakukan termasuk kita termasuk orang ikhlas, Dr Yusuf Qardawi dalam bukunya Niat dan Ikhlas. Menjelaskan tentang tanda orang ikhlas,   sebagai berikut : 

1.   Takut ketenaran.
Orang yang ikhlas terutama para wali Allah / para ulama/ orang yang takwa meyakini bahwa penerimaan amal disisi Allah  hanya dengan cara sembunyi-sembunyi, tidak secara terang-terangan apalagi diekpos. Mereka mengkhawatirkan dan menyangsikan hatinya dari ujian ketenaran, tipuan, kedudukan dan kemasyhuran. Seorang zuhud terkenal, Ibrahim bin Adam mengatakan , “ Allah tidak membenarkan orang yang suka ketenaran.
Tetapi al Ghazali mengatakan ketenaran itu sendiri bukanlah sesuatu yang tercela. Tidak ada yang lebih tenar daripada para Nabi, Al Khulafa’ur–rasyidin, dan  para imam mujtahidin. Tetapi yang tercela adalah ketenaran, tahta dan kedudukan serta sangat berambisi mendapatkannya. Ketenaran tanpa ambisi ini tidaklah menjadi masalah, sekalipun ia tetap menjadi ujian bagi yang lemah”. Sejalan dengan pengertian ini telah disebutkan dalam sebuah hadits Abu Dzar, bahwa Rasulullah pernah ditanya tentang seorang laki-laki yang melakukan suatu amal, lalu orang-orang menyanjungnya. Maka beliau menjawab ,”Itu adalah karunia yang didahulukan sekaligus kabar gembira bagi orang Mukmin,

2.   Menuduh Diri Sendiri.
Orang  yang mukhlis selalu waspada dan senantiasa menuduh dirinya sendiri sebagai orang yang berlebih-lebihan disisi Allah dan selalu kurang dalam melaksanakan kewajiban, merasa terpedaya oleh amalnya dan ta’jub terhadap dirinya sendiri. Bahkan dia takut keburukannya tidak diampuni dan  sebaliknya takut  kebaikan-kebaikannya  tidak diterima .
Sayyidah Aisyah pernah bertanya kepada Rasulullah saw tentang orang yang dinyatakan dalam firman Allah Swt :”
Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka
((Qs Al Mukminuun : 60)
Apakah mereka orang-orang yang mencuri, berzina, meminum khamr dan mereka takut kepada Allah? Rasulullah Saw menjawab, “Bukan wahai putri Ash Shidiq, tetapi mereka adalah orang-orang yang mendirikan shalat, berpuasa mengeluarkan shadaqah dan mereka takut amalnya tidak diterima. Mereka itu bersegera untuk mendapatkan kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang memperolehnya (Diriwayatkan oleh Ahmad  dan lainnya)
3.   Beramal secara diam-diam jauh dari sorotan
Orang yang  ikhlas lebih suka menjadi prajurit bayangan yang rela bekorban namun tidak diketahui dan menjadi pejuang yang tidak dikenal. Dia lebih suka menjadi bagian dari suatu jama’ah  layaknya akar pohon yang menjadi penopang  kehidupan, tetapi tidak terlihat mata, tersembunyi di dalam tanah, atau seperti pondasi bangunan. Tanpa pondasi, dinding tidak dapat ditegakan  dan atap tidak bisa dibentangkan dan yang pasti bangunan tidak dapat ditegakan. Dalam suatu hadits yang disampaikan oleh sahabat Muadz, “ Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan, bertakwa  dan menyembunyikan amalnya, yaitu jika ia tidak hadir mereka tidak dianggap hilang dan jika hadir mereka tidak diketahui. Hati mereka adalah pelita-pelita petunjuk. Mereka keluar dari tempat yang gelap”
4.   Berbuat Selayaknya Dalam Memimpin.
Orang mukhlis akan berbuat selayaknya ketika menjadi pemimpin di barisan terdepan dan ketika berada di barisan belakang dia tetap patriotik, selagi dalam dua keadaan itu dia mencari keridhaan Allah. Rasulullah Saw telah menyifati kelompok itu  dalam sabdanya, “keberuntungan bagi hamba yang mengambil tali kendali kudanya fi sabilillah, yang kusut kepalanya dan yang kotor kedua telapak kakinya. Jika kuda itu berada di barisan belakang, maka dia pun berada di barisan belakang, dan jika berada diposisi penjagaan dia pun berada di posisi penjagaan (Diriwayat Al Bukhari). Dalam tarikh Islam kisah Khalid bin Walid dapat menjadi teladan. Allah meridhai Khalid bin Walid yang diberhentikan sebagai komandan pasukan, sekalipun dia  seorang komandan yang senantiasa mendapat kemenangan. Setelah itupun dia menjadi bawahan Abu Ubaidah tanpa merasa sungkan. Dalam posisi seperti itupun dia tetap  memberi andil dalam peperangan. 

5.   Tidak menuntut pujian dan tidak terkecoh oleh pujian.
Wali Allah  bersikap, jika ada seseorang memujinya, maka dia tidak terkecoh dengan hakekat dirinya di hadapan orang yang memujinya, karena toh dia lebih mengetahui tentang rahasia hati dan dirinya daripada orang lain. Kita ambil contoh bagaimana sikap Ali bin Abu Thakib r,a., bahwa jika ia dipuji orang lain, maka dia berkata,” Ya Allah, janganlah Engkau hukum aku karena apa yang mereka katakan. Berilah kebaikankepadaku dari apa yang mereka sangkakan dan ampunilah aku karena apa yang tidak mereka ketahui.
Seorang Rabbani, ketika dia dipuji dia bersenandung dalam munajat
Mereka berbaik sangka padaku
Pada hal hakikatnya tidaklah begitu
Tetapi aku adalah orang zhalim
Sebagaimana kalian telah maklum
kau sembunyikan aib yang ada.
6.   Tidak kikir Pujian terhadap orang yang memang layak di puji
Memuji seseorang mempunyai  dua sisi yang dapat menimbulkan bencana, sisi pertama memberikan pujian dan sanjungan kepada orang yang tidak berhak, di sisi kedua kikir memberikan pujian kepada orang yang berhak. Oleh karena Itu Rasulullah Saw memberi contoh memuji para sahabat.
Sabda beliau tentang Abu Bakar,” Andaikata aku boleh mengambil seorang kekasih selain Rabbnku, niscaya  aku mengambil Abu Bakar sebagai kekasihku. Tetapi dia adalah saudara dan sahabtku.
Sabda beliau tentang usman, “ Sesungguhnya dia adalah orang yang para malaikat merasa malu terhadap dirinya.
Sabda beliau kepada Khalid, “ Dia adalah salah satu dari pedang-pedang Allah
Sabda beliau kepada Ali, Di mataku engkau seperti hatrun di mata Musa.
Masih banyak lagi para sahabat di puji Nabi Saw, karena kelebihan dan penonjolan mereka, Sebaliknya jika ada orang tidak mau memuji boleh jadi, karena ada maksud tertentu di dalam dirinya atau karena merasa iri yang disembunyikan. Juga karena tidak mampu untuk melemparkan celaan, maka setidak-tidaknya diam saja. Orang yang ikhlas melontarkan pujian memang sepantasnya untuk dipuji dan memuji pun karean Allah Swt.

7.   Mencari keridhaan Allah bukan mencari keridhaan manusia
Orang yang ikhlas  beramal semata-mata mencari kerindhaan Allah bukan keridhaan manusia. Sebab boleh jadi jika orang ingin mendapat keridhaan  manusia  tetapi  dibalik itu ada kemurkaan Allah Azza Wa Jalla. Hal ini sangat sulit, karena kecenderungan manusia membuat orang ridha lebih utama daripada keridhaan Allah. Disinilah letak titik kritis bagi orang yang benat Ikhlas

8.   Rakus terhadap amal yang bermanfaat.
    Orang yang mukhlis lebih mementingkan amal yang lebih banyak manfaatnya dan lebih mendalam pengaruhnya, tanpa disusupi hawa nafsu dan kesenagan diri sendiri. Dia banya mengerjakan puasa  nafilah dan shalat-shalat sunat. Tetapi jika ada yang lebih besar pahala maka akan dikerjanya. Misalnya mendamaikan orang yang sedang bertikai maka kegiatan menjadi utama. Hal dijelaskan dalam suatu hadits. Rasulullah bersabda, ‘ Ketahuilah, akan keberitahukan kepada kalian tentang sesuatu yang utama dari pada derajat  puasa dan, shalat dan shadaqah. Yaitu mendamaikan diantara sesama manusia . Sebab kerusakn diantara sesama manusia adalah pemotong (diriwayatkan Abu Dawud dan At Tirmidzy)
9.   Sabar Sepanjang Jalan
Orang yang mukhlis dalam perjuangan selalu sabar, seperti dikisahkan dalam Al Qur’an  tentang Nabi Nuh :
Nuh berkata: "Ya Tuhanku sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang, maka seruanku itu hanyalah me-nambah mereka lari (dari kebenaran). Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (ke mukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan menyom-bongkan diri dengan sangat . (Qs Nuh : 5-7)
Sekalipun Nuh harus menghabiskan selama 950 tahun beliau tetap menyeru kepada kaumnya, akhirnya ada 40 orang yang berhimpun dengannya. Dia tegar, hasil dan buah di dunia diserahkan kepada Allah, karena Allah yang menyediakan sebab-sebab dan membatasi waktunya. Sesungguhnya di akhirat Allah tidak akan bertanya kepada manusia, “Mengapa engkau tidak memperoleh kemenangan?  Tetapi Dia akan bertanya, mengapa engkau tidak berusaha?”

10.   Merasa Senang jika ada yang bergabung.
Merasa senang jika ada yang bergabung dalam kelompoknya, dia tidak merasa terganggu, terganjal, dengki ataupun gelisah karena kehadiran orang lain. Bahkan, bagi seorang yang benar-benar ikhlas melihat ada orang lain yang lebih baik darinya mau mengambil tanggung jawab, maka dengan senang hati hati akan mundur, memberi tanggung jawabnya kepada orang itu dan dia merasa senang senang menyerahkan tanggung jawab. Hal ini disebabkan ia berorientasi  pencapaian suatu tujuan lebih utama dalam  lingkup mencari keridhaan Allah.
11.   Menghindari ujub
Diantara tanda kesempurnaan ikhlas ialah tidak merusak amal dengan ujub, yaitu merasa senang dan puas terhadap amal yang telah dilakukannya. Sikap seperti  ini bisa membutakan matanya untuk melihat celah-celah sewaktu yang sewaktu-waktu muncul.  Orang yang ikhlas menghindari ujub, karena dengan ujub amalnya tidak diterima oleh Allah Swt. Ali bin Abu Thalib menjelaskan,  “ Satu keburukan menyesakkan lebih baik di sisi Allah  daripada kebaikan yang membuatmu ujub. Sedangkan  Ibnu Atha’illah menjelaskan hampir senada, “ Kedurhakaan yang membuahkan ketundukan dan kepasrahan lebih baik daripada ketaatan yang membuahkan ujub dan kesombongan. Rasulullah Saw dengan tegas menjelaskan tentang ujub, “ Tiga perkara yang merusak dan tiga perkara yang menyelamatkan. Tiga perkara yang merusak  yaitu kekikiran yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti dan ujub seorang terhadap dirinya sendiri.
Orang  Mulim harus waspada, jangan sampai ujub terhadap diri sendiri, karena kesalehan yang dilakukan. Dia mempunyai keyakinan bahwa hanya dialah  yang beruntung sedang yang lain merugi. Atau menyatakan semua kaum Muslimin rusak, hanya dirinya yang baik.  Atau hanya  kempok dialah yang mendapat pertolongan Allah sedang kelompok lain ditelantarkan. Hal seperti ini tidak terjadi bagi orang ikhlas.
12.   Menjadikan Keridhaan dan kemarahan karena Allah.
Orang yang mukhlis wujud keridhaannya dan kemurkaan harus dilakukan karena Allah, bukan karena pertimbangan kepentingan pribadi. Hal ini dicela oleh Allah Swt :
Dan di antara mereka ada orang yang mencelamu tentang (pembagian) zakat; jika mereka diberi sebahagian daripadanya, mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi sebahagian daripadanya, dengan serta merta mereka menjadi marah. (QS At Taubah : 58)
Boleh  jadi    engkau   pernah  melihat orang-orang yang aktif berdakwah, bila ada salah seorang rekannya melontarkan perkataaan yang melukai perasaannya, atau tindakan yang menyakiti  dirinya, maka secepat itu pula dia marah dan meradang, lalu meninggalkan haraqah dan aktifitasnya, meninggalkan medan jihad dan dakwah. Ikhlas untuk mencapai tujuan menuntut untuk tegar dalan setiap langkah, sekalipun orang lain menyalahkannya, meremehkan dan bertindak kelewat batas terhadap dirinya

13.   Peringatan agar membersihkan diri
Hamba yang ikhlas selalu membersihkan dirinya dari segala sesuatu yang merusak keikhlasannya. Dan dia juga berusaha menjaga dirinya terbuai dengan pujian dan sanjungan. Apalagi untuk untuk menyatakan dirinya suci, Orang yang ikhlas, sadar benar bahwa Allah lebih mengetahui tentang dirinya apakah dia suci atau tidak. Allah Swt berfirman, “
Dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan) mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.
(Qs An Najm : 32
Inilah beberapa tanda-tanda orang yang ikhlas, sebagai cerminan bagi kita untuk mengukur tingkat keikhlasan diri kita dalam beribadah kepada Allah Swt. Rasulullah Saw bersabda, “ Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada jasad dan rupa-rupa kalian, tetapi Dia melihat kepada hati kalian,” Beliau memberi isyarat ke arah hati dengan jari-jari tangan dan berkata,” Takwa itu terletak disini. Dan beliau memberi isyarat ke dadanya tiga kali (Diriwayatkan Muslim)
Rabbanaa laa tuzigh quluubanaa ba’da idz-hadaitanaa wahab lanaa min ladunka rahmatan innaka antal-wahhab.
Ya Allah Tuhan kami, janganlah Engkau sesatkan kami sesudah mendapat petunjuk, berilah kami rahmat dari sisi-Mu. Karena sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemurah.
Wallahu a’lam bish shawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar