Kamis, 27 September 2012

CARA MENGGAPAI TAKWA (2)





MU’AHADAH
Bismillaahirrahmanirrahiim
(Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)

Saudaraku yang dirahmati Allah.
Pakaian yang terbaik bagi orang beriman setiap hari adalah pakain takwa, karena takwa melindungi kita dari segala macam persoalan  kehidupan. Oleh karena itu, sampai  detik ini para da’i,  para khatib, para ulama  pada setiap kesempatan terus mengajak kita untuk bertakwa.. Perintah untuk bertakwa adalah perintah Allah yang tidak bisa  ditawar-tawar atau ditangguhkan, Allah swt memperingatkan kepada orang beriman
. . . . . . .. . .  dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.
Qs Ali Imran : 102).
Saudaraku, selagi nyawa masih dikandung badan,  mari kita terus meningkatkan ketakwaan. Jangan lengah sebab Allah Swt memanggil kita secara rahasia yang kita tidak tahu tempat dan waktunya bahkan sebab kematianpun tidak kita ketahui.
Saudaraku, sebagai seorang  muslim kita harus berusaha menggapai takwa, karena takwa adalah sarana untuk mencapai surga yang penuh kenikmatan. Untuk menggapai takwa hampir tiap ulama mempunyai kiat mungkin ada yang sama tetapi bukan tidak mungkin ada cara-cara khusus. Semua tidak ada yang salah selama jalan yang ditempuh memenuhi sesuai dengan tuntunan Al Qur’an dan As Sunnah. Para ulama menyatakan setidaknya ada lima jalan yang patut kita renungkan menggapai ketakwaan. Jalan-jalan itu adalah:
1.   Muhasabah.
2.   Mu’ahadah.
3.   Mujahadah.
4.   Muraqabah.
5.   Mu’aqobah.
Saudaraku, pada kali ini mari kita uraikan tentang
“MU’AHADAH .
Mu’ahadah adalah mengingat perjanjian manusia dengan Allah Swt.  Sebelum manusia lahir ke dunia, ketika masih berada pada alam gaib, yaitu di alam arwah, Allah telah membuat “kontrak” tauhid dengan ruh.  Karena itu, logis sekali jika manusia tidak pernah merasa membuat kontrak tauhid tersebut.  Allah swt berfirman,
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",
(Qs Al ‘Araaf : 172)
Saudaraku, mari kita bersyukur kepada Allah Swt ketika kita lahir ke dunia dalam keluarga yang beriman, Kemudian dalam prosesnya kita terus dipompa, dilatih, dididik dalam suasana keimanan. Kemudian kita mengucapkan  kalimah syahadah sebagai  janji tertinggi.
“Aku bersaksi tidak ada Tuhan yang patut disembah kecuali Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu adalah utusanAllah.
Pernyataan ini adalah persaksian atau janji kita yang harus kita laksanakan. Artinya kita mewjudkan janji dengan sungguh-sunggu, dan jika dalam perjalanan hidup kita bias/menyeleweng  yaitu terjadi pembalikan apa yang diperintahkan Allah  ditinggalkan dan apa yang dilarang Allah dikerjakan.  Jika hal ini terjadi dan jika  tidak ada upaya untuk memperbaikinya maka ketakwaan makin jauh dan kita akan tersesat. Disinilah letak pentingnya mu’ahadah yaitu mengingat janji yang telah pernah kita ikrarkan baik dalam dunia roh dan dunia nyata.
Jika kita merenung lebih jauh, bahwa dalam kehidupan dunia untuk menciptakan keteraturan maka janji meupakan suatu proses penting, Sebagai manusia makhluk Allah apalagi sebagi muslim banyak janji yang telah kita ucapkan dan janji itu dituntun dalam Al Qur’an dan As Sunnah. Sedangkan manusia dalam berintraksi dengan manusia  dalam hubungan sebagai warga negara, profesi atau apa saja kedudukan kita diikat dengan janji.  Termasuk janji dalam kehidupan rumah tangga. Jika kita engkar janji maka kan terjadi kekacauan pada diri kita sendiri bahkan kekacauan dalam kehidupan masyarakat. Maka setiap orang menselihi atau engkar janji akan menerima sanksi dan sanksi itu membuat dirinya sengsara baik di dunia maupun di akhirat..
Janji kepada Allah
Sebagai muslim pernyataan janji yang dalam bentuk janji telah dituntun diterangkan oleh Allah Swt. Didalam Al Qur’an masalah janji sangat berkaitan dengan keimanan dan ketakwaan  di ulang berkali-kali. Kata janji diulang tidak kurang 70 X,  kata perjanjian 40 X,  dijanjikan 26 X, menjajikan 17 X, dan kata berjanji 10 X.  Beberapa firman Allah Swt,  mengenai janji  :
Dan penuhilah JANJI, sesungguhnya janji itu pasti dimintai pertanggungjawabannya.
(Qs Al-Isra`: 34)
Dan tepatilah PERJANJIAN dengan Allah apabila kamu BERJANJI dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah (mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.
(Qs An Nahl : 61)
Sesungguhnya apa yang DIJANJIKAN kepadamu pasti datang, dan kamu sekali-kali tidak sanggup menolaknya.
(Qs Al An’aam : 134)
Syaitan MENJANJIKAN (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah MENJANJIKAN untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
(Qs Al Baqarah : 268)
Jika ditelusuri semua firman  Allah Swt kepada hamba-hamba-Nya yang beriman untuk senantiasa menjaga, memelihara, dan melaksanakan janjinya. Hal ini mencakup janji seorang hamba kepada Alllah Swt dan  janji hamba dengan hamba, dan janji atas dirinya sendiri seperti nadzar. Termasuk pula dalam hal ini apa yang telah dijadikan sebagai persyaratan dalam akad pernikahan, akad jual beli, perdamaian, gencatan senjata, dan semisalnya.
Janji kepada manusia,
Seiap manusia pasti pernah berjanji dengan manusia lain dalam hubungan apapun apalagi dalam profesi apakah sebagi guru, pegawaai negeri, tentara, pedagang semuanya . Sebagai contoh :
Janji  Prajurit : Demi Allah saya bersumpah / berjanji :
1. Bahwa saya akan setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
2. Bahwa saya akan tunduk kepada hukum dan memegang teguh disiplin keprajuritan
  dst  dst
Janji Pegawai Negeri : Demi Allah, saya bersumpah/berjanji :
Bahwa saya, untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil, akan setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah.
Bahwa saya, akan mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawabdst.
 Janji diatas adalah contoh yang harus dipatuhi dan dilaksanakan. Jika terjadi penyelewangan dari sumpah /  janji maka akan ada resikonya atau sanksi menurut undang- undang dan peraturan yang berlaku.
Engkar Janji.
Allah Swt mengingat benar supaya manusia memenuhi semua janji yang pernah diucapkan
"Hai sekalian orang-orang yang beriman, penuhilah janji-janji itu."
(Qs al-Maidah: 1)
"Hai sekalian orang-orang yang beriman, mengapa engkau semua mengucapkan apa-apa yang tidak engkau semua kerjakan? Besar sekali dosanya di sisi Allah jikalau engkau semua mengucapkan apa-apa yang tidak engkau semua kerjakan itu."
(Qs (as-Shaf: 2-3).
Rasulullah saw mengkatagorilan orang yang engkar janji termasuk orang munafik. Dalam suatu hadits  dari Abu Hurairah r.a. bahawasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tandanya orang munafik itu ada tiga, iaitu: jikalau ia berbicara berdusta, jikalau ia berjanji menyalahi dan jikalau ia dtpercaya berkhianat." (Muttafaq 'alaih) Dalam hadits lain Rasulullah menyebut 4 tanda kemunafikan yaitu (1).  Jikalau berbicara berdusta.(2)  Jikalau berjanji tidak menepati. (3) Jikalau bertengkar atau bertentangan dengan seseorang, lalu berbuat kejahatan. (3( Jikalau membuat sesuatu perjanjian lalu merosakkan atau membatalkannya sendiri yakni tidak mematuhi isi perjanjian itu dengan sebaik-baiknya.
 la menambahkannya dalam riwayat Imam Muslim: "Sekalipun   orang   itu   berpuasa   dan   bersembahyang   dan mengaku bahawa dirinya adalah seorang Muslim."
Kemunafikan adalah suatu sifat yang ada di dalam hati manusia dan tidak dapat diketahui oleh orang lain. Kemunafikan adalah suatu penyakit rohani yang tidak dapat disembuhkan kecuali oleh orang itu sendiri. Kita dapat mengetahui seseorang itu dihinggapi oleh penyakit kemunafikan, hanyalah semata-mata dari tanda-tandanya yang lahiriyah belaka. Lebih lanjut diterangkan bahwa kemunafikan ialah menunjukkan di luar sebagai seorang Muslim yang benar-benar keislaman dan keimanannya, tetapi dalam hatinya adalah sebaliknya. Orang munafik itu hakikatnya adalah orang yang memusuhi Agama Islam, menghalang-halangi perkembangan dan kemajuan Islam, tidak ridha dengan kepesatan dan keluhuran Islam dan dengan segala daya-upaya hendak mematikan Agama Islam. Itulah yang terkandung dalam hatinya yang sebenar-benarnya. Hanya tampaknya saja ia sebagai pemeluk Islam yang setia. Bagi Islam orang munafik itu adalah sebagai musuh dalam selimut. la menggunting dalam lipatan atau menohok kawan seiring dari belakang. Besar benar bahayanya kaum munafik itu terhadap Islam dan kaum Muslimin. Oleh sebab itu Allah menjanjikan siksa yang pedih kepada kaum munafik itu dengan firmannya: "Sesungguhnya orang-orang munafik itu ada di dalam tingkat terbawah dari neraka."
 Saudaraku, dengan penjelasan-penjelasan diatas mari kita berkomitmen terus melangkah dalam perjuangan hidup menuju sasaran yang tepat yaitu menjadi orang beriman dan bertakwa. Jika terjadi sesuatu hal kurang tepat kita perlu membalik-balik lagi janji yang kita perbuat. Orang yang teguh dalam perjanian itulah orang yang selamat. Teguh  dan beristiqomah Allah Swt berfirman
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita.
 (Qs Al Ahqaf : 13)
Wallahu ‘alam bish shawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar