KETELADANAN
NABI IBRAHIM
DALAM
MENGESAKAN TUHAN
Bismillaahirrahmanirrahiim
(Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang)
Saudaraku
yang selalu dalam lindungan Allah Sw
Segala
puji bagi Allah Yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam
kerajaan-Nya dan Dia bukan pula hina yang memerlukan penolong dan agungkanlah. Shalawat
dan salam semoga dilimpahkan kepada nabi
Muhammad Saw, juga atas seluruh
keluarga, sahabat dan pengikutnya.
Kaum muslimin seluruh dunia saat ini sedang merayakan hari besar Islam yaitu hari raya Idul Adha.
Berbagai ibadah dilaksanakan seperti berpuasa di hari Arafah, bersedekag,
bertakbir, berjai dan memotong hewan kurban. Hampir semua
ibadah tersebut berkaitan erat dengan sunnah nabi Ibrahim. Banyak kisah diceritakan dalam
Al Qur’an tentang nabi Ibrahim, pada kali ini kita akan membicarakan keteladanan nabi
Ibrahim dalam mengesakan Allah.
Kita
sebagai pengikut Muhammad sangat dianjurkan setiap hari bahkan setiap saat kalimat “laa illaha ilallah” terus membasahi bibir kita. Begitu mudahnya kita lafalkan sekaligus kita yakini tiada Tuhan selain Allah. Alhamdulillah
dan memang patut disyukuri, karena itulah petunjuk Allah kepada kita untuk mengakui akan keesaan
Tuhan. Dan ini adalah kata kunci dari semua puncak amalan untuk menunju surga
yang dijanjikan Allah.
Mengakui
keesaan Tuhan sebenarnya bukanlah perkara mudah, bahkan sampai kinipun sebagian
manusia masih terus berkecamuk dalam pikirannya apakah Tuhan itu benar-benar
Esa atau lebih
dari Satu yaitu Tuhan yang patut
disembah dan patut dimintai pertolongan. Bahkan timbul dalam pikiran sebagian
manusia apakah Tuhan itu ada atau hanya kisah-kisah dongeng dan ujung pemikiran
bahwa Tuhan itu tidak ada, istilah poppulernya adalah “atheis”.
Nama nabi Ibrahim a.s didalam Al Qur’an
disebutkan 101 kali, dengan berbagai kisah
semuanya berkisar kepada penyembahan kepada Tuhan yang Esa. Di dalam berbagai hadits nabi Ibrahim a s sering
disebut sebagai rujukan Rasulullah Saw dalam menjabarkan berbagai perintah
Allah Swt. Kesinambungan ajaran Ibrahim dan
ajaran Islam demikian eratnya dan tidak terpisahkan, sehingga
kesempurnaan shalawat nabi didalam shalat terikut serta nama nabi Ibrahim a.s. Oleh karena itu maka Allah telah menjadikan nama
Ibrahim menjadi sebutan orang-orang yang
datang kemudian. Allah Swt berfirman : “
Itulah
janji Allah Swt Kami abadi kan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan
orang-orang yang datang kemudian, (yaitu) "Kesejahteraan dilimpahkan atas
Ibrahim".
{Qs Ash Shaaffaat (37) : 108-109}
Proses perenungan Ibrahim tentang keesaan
Allah telah dimulai sejak kecil. Allah
telah menganugerahkan akal yang jenius, jiwa yang bersih serta diri yang suci. Pada suatu hari, saat
telah mendekati usia 10 tahun, Ibrahim bertanya kepada ibunya : Siapa
Tuhanku,” ibunya menjawab “Aku”. Ibrahim bertanya, ”Dan siapa
Tuhan ibu? Ibunya menjawab, “Ayahmu.” Ibrahim kembali bertanya. Dan
siapa Tuhan ayah? Ibunya menjawab? “Namrudz”. Ibrahim bertanya lagi.
“ Lalu siapa Tuhan Namrudz. “ Ibunya menamparnya, dan dia menyadari
bahwa anaknyalah yang akan menghancurkan
kerajaaan Namrudz.
Ini adalah dialog sederhana tentang pencarian
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dan Ibrahim as terus berpikir seperti dikisahkan
dalam Al Qur’an, Ibrahim mulai bertanya kepada dirinya sendiri, siapa Tuhanku?
Siapa yang menciptakan alam ini? Dia duduk diam, mungkinkah bintang, mungkinkah
bulan, mungkinkah matahari tetapi
semuanya tim-bul tenggelam. Ibrahim bingung dengan masalahnya dan memohon hidayah
dari Tuhannya. Dan datanglah malaikat al Amin Jibril as, yang berkata kepadanya :
“Patuh
dan tunduklah kamu! Ibrahim
berkata. “aku tunduk kepada Tuhan alam semesta. “ {Qs
Al Baqarah (2) : 131}
maka
seketika itu juga Ibrahim mengetahui hakikat kebenaran yang telah lama
dicarinya. Kemudian Allah Swt mengangkatnya sebagai nabi dan Rasul untuk memberi petunjuk kepada manusia.
Pengakuan Ibrahim as akan keesaan Tuhan yang menguasai langit dan bumi
ditebarkan kepada ayahnya, ibunya dan masyarakat terjadilah kegoncangan yang
luar biasa. Bukankah selama ini sudah
ada Tuhan yang berbentuk patung. Patung tersebut dibuat oleh ayahnya Azar dan
diperjual belikan. Suatu hari Ibrahim merusak patung-patung tersebut, kisah ini
dijelaskan dalam Al Qur’an ;
“Mereka
bertanya: "Apakah kamu, yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan
kami, hai Ibrahim?" Ibrahim menjawab: "Sebenarnya patung yang besar
itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka
dapat berbicara".Maka mereka telah kembali kepada ke-sadaran mereka dan
lalu berkata: "Sesungguhnya kamu sekalian adalah orang-orang yang menganiaya
(diri sendiri)", kemudian kepala mereka jadi tertunduk (lalu berkata):
"Sesungguhnya kamu (hai Ibrahim) telah mengetahui bahwa berhala-berhala
itu tidak dapat berbicara". Ibrahim berkata: "Maka mengapakah kamu
menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat memberi manfa`at sedikitpun dan
tidak (pula) memberi mudharat kepada kamu?"
{Qs Al
Anbiyaa
(21) : 62-66}
Perusakan patung mengakibatkan kemarahan raja Namrudz dan me-mutuskan untuk
membakar Ibrahim dalam api unggun.
Kemudian mereka mengambil Ibrahim dan mengikatnya. Ketika orang–orang meletakan
ketapel raksasa dan melemparkannya, dia berkata : ‘Cukuplah Allah bagiku, Sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik Penolong dan sebaik-baik
pelindung.
Allah azza wa jalla mengasihi Ibrahim as, dan berfirman,
“Hai api jadi dinginlah, dan keselamatan bagi Ibrahim “
{Qs Al
Anbiyaa
(21) : 69}
Pada hari ketujuh orang-orang berlomba
menuju pagar untuk melihat apa yang terjadi pada Ibrahim. Dan terperanjatlah
mereka hingga tidak mampu bicara. Mereka melihat Ibrahim as duduk tanpa cedera.
Raja Namrudz adalah orang yang paling terkejut dan keget. Dia mengutus
orang untuk memanggil Ibrahim as. Ketika Ibrahim datang, dia berkata,”Tuhanmu Yang telah menyelamatkanmu Maha
besar hai Ibrahim, jadi siapakah Tu-hanmu? Ibrahim menjawab “ Tuhanku adalah Dia yang mencipta-kan segala
sesuatu. Namrudz berkata : “ Apa
bukti kekuasaan dan ketuhanannya ? Ibrahim berkata “ Tuhanku menghidupkan aku dan
mematikan lalu membangkitkan manusia
dalam keadaan hidup. Narudz berkata, “ Aku
Tuhan aku menghidupkan dan mematikan , maka aku seperti dia . “ kemudian
Namrudz memerintahkan agar di-datangkan dua orang kehadapannya. Lalu dia menghukum
mati salah satunya dan mengampuni yang lain, Namrudz bekata, bagaimana menurutmu? Bukankah aku telah
mematikan? Aku telah menghukum mati seseorang. Dan aku telah menghidupkan seseorang,
aku telah mengampuni yang lain. Saat itu juga Ibrahim berkata, “Tuhanku mendatangkan matahari dari Timur, maka datangkanlah ia dari
Barat, buktikanlah ketuhananmu dan kekuasaanmu.
Namrudz terdiam dan tidak mampu menjawab. Dia menyadari kelemahannya dan dalam
dirinya meyakini adanya Tuhan.
Demikianlah sepenggal kisah tentang nabi Ibrahim as ketika mengumandangkan
keesaan Allah. Bagaimanan dengan kita? Inilah yang perlu kita jawab baik dalam
kata maupun dalam perbuatan. Kini Namrudz dalam berbagai wajah ada disekitar
kita dalam bentuk yang menyeramkan dan menyenangkan. Sehingga kita tertipu
maksudnya mengesakan Allah pada hal kita menduakannya, maksudnya hanya menyembah
kepadaNya tetapi bias yang berakibat syirik.
Oleh karena itu momentum perayaan
idul kurban kesempatan untuk
merenung lebih dalam dan lebih bening. Pemotongan hewan kurban bukan hanya
sekedar pemenuhan kewajiban tetapi pernyataan benar-benar taat kepada perintah
Allah.
Saudaraku, momentum
perayaan Isul Adha, kuingatkan kembali jangan sekali-kali mempersekutukan Nya,
Allah Swt berfirman, “
Sesungguhnya Allah tidak akan
mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari
(syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.
Barang siapa yang mempersekutukan
Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.
{Qs An Nisa (4) “ 48}
Semoga kita dapat mencontoh sunnah
Ibrahim as seperti yang telah disempurnakan oleh sunnah Nabi Muhammad Saw.
Wallahu a’lam bish
shawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar