HATI YANG LALAI
Bismillahirrahmanirrahiim
(Dengan Nama Allah
Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)
Saudaraku yang
diberkahi dan dirahmati Allah
Sesungguhnya segala puji
hanya untuk Allah, dan Dialah yang berkuasa
apa-apa
yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi. Semoga shalawat dan salam kepada nabi Muhammad Saw juga kepada seluruh keluarga, para
sahabatnya dan pengikutnya.
Saudaraku, tersebutlah dalam suatu kisah bahwa
Maimun bin Mahram bertanya kepada Hasan Al Basri, “ Wahai Abu Said
(Hasan), aku merasakan ada kelalaian di
hatiku, maka aku datang agar kamu menasehatiku. Lalu Hasan al Basri menjawab dengan membacakan surat Asy Syu’araa
205-207,
“Maka bagaimana
pendapatmu jika Kami berikan
kepada mereka keni`matan hidup ber-tahun-tahun,
Kemudian datang kepada mereka azab yang telah diancamkan kepada mereka, nis-caya
tidak berguna bagi mereka apa yang mereka selalu menikmatinya.
Apakah
yang pelajaran yang dapat kita
tarik kisah singkat diatas? Maimun bin
Mahran meskipun ibadah dan amalannya terjaga masih memerlukan nasehat dan merasa
curiga kepada dirinya dan menganggap dirinya masih lalai. Ketika dibacakan Al
Qur’an menjadi-jadilah kesadaran hatinya
bahwa isi Al Qur’an itu ditujukan kepada dirinya dan menyentuh kepada
kalbunya yang paling dalam. Bukankah Allah Swt telah berfirman,
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah
hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah
iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal,
(Qs An Anfaal :2)
Saudaraku yang dirahmati Allah.
Patut kita pertanyakan
kepada diri kita, apa yang terasa bagi
kita ketika Al Qur’an dikumandangkan pada pembukaan acara, ketika menjelang
shalat Subuh atau Jum’at dan lebih ironis lagi ketika dikumandangkan di rumah
duka. Pada waktu itu firman Allah
berlalu begitu saja, sudah tidak faham dan ditambah dengan hati yang
lalai dan akibatnya sikap dan tindakan kita juga menyimpang dari tuntunan Allah Swt. Jangankan untuk mendengarkan ayat-ayat suci diam sajapun tidak dapat dilakukan bahakan sibuk dengan canda dan tawa dan menghisab rookok tanpa merasa apapun
Ada
fenomena yang menarik lagi,
yaitu ketika kita mendengar ceramah atau khutbah bila dijelaskan isi Al Qur’an
dan hadits Rasulullah Saw. Isi ceramah tersebut berkisar tentang pujian, peringatan dan ancaman terhadap manusia. Penekanan khusus lagi tentang orang yang suka
ghibah, orang munafik dan orang yang curang. Ketika mendengar kita setuju dan
terkesan sekali dengan penjelasan
penceramah. Tetapi pada saat yang bersamaan kita mempersepsikan bahwa
firman Allah tersebut ditujukan kepada orang lain, bukan kepada kita. Dan
seakan kita bersih dari ghibah, kemunafikan dan kecurangan, dan kita tidak
berani untuk menyatakan firman Allah itu mengenai tentang kelakuan kita sehari-hari.
Mari kita ambil beberapa contoh.
Ghibah/Bergunjing.
Allah Swt
berfirman,
“janganlah kamu mencari-cari
kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang
lain.
(Qs Al Hujuraat : 12).
Mendengar surat ini dijelaskan dengan
segera kita membuat persepsi bahwa peringatan
itu hanya untuk wanita atau orang lain.
Beranikah kita mengakui bahwa bergunjing adalah bagian dari kehidupan masa kini,
dan kita terlibat di dalamnya baik secara langsung atau tidak Dimana-mana orang
bergunjing di dalam majelis, arisan dan lebih dahsyat di media cetak dan media
elektronik.
Munafik.
Allah Swt berfirman
Sesungguhnya
orang-orang munafik
itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka
berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan
shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit
sekali
(Qs An Nisaa 142).
Apa
persepsi sebagian orang tentang ayat
ini, tentu ayat ini peringatan untuk orang munafik bukan untuk saya. Seandainya
ada orang bertanya kepada kita, apakah anda orang munafik, tentu kita akan
menjawab “tidak” dan mungkin akan marah dengan pertanyaan ini. Tetapi jika
disesuaikan lagi dengan apa yang disabdakan Rasulullah Saw tentang orang
munafik, bahwa ciri orang munfik itu ada empat yaitu, (1) jika dipercayai ia
berkhianat, (2) jika berkata ia berdusta, (3) jika berjanji ia berkhianat, (4)
jika ia berselisih ia berbuat jahat. Dengan
kriteria ini lebih jelas bagi kita untuk klasifikasi orang munafik, mungkin
termasuk kita Dan berhati-hatilah
jangan menjadi orang munafik karena Allah sangat keras mengancam,
“Allah mengancam orang-orang munafik
laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan neraka Jahannam. Mereka
kekal di dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka; dan Allah melaknati me-reka;
dan bagi mereka azab yang kekal (Qs At Taubah
68)
Curang.
Allah Swt berfirman.
“Kecelakaan besarlah
bagi orang-orang yang curang, Sekali-kali
jangan curang, karena sesungguhnya kitab orang yang durhaka tersimpan
dalam sijjin. (Qs Al Muthaffifiin : 1).
Dan Syu`aib berkata:
"Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan ja-nganlah
kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan ja-nganlah kamu membuat
kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan. (Qs Huud : 85).
Peringatan tentang curang dan kejahatan dalam persepsi kita para pedagang dengan timbangannya.
Sebenarnya kalau kita menelisik tentang kecurangan dan kejahatan itulah panorama kehidupan masa kini. Para pegawai
curang dengan berbagai dimensi seperti mengurangi waktu kerja dengan terlambat
datang dan cepat pulang, apalagi dibidang keuangan. Bukan tidak mungkin suami
mencurangi isterinya atau sebaliknya isteri mencurangi suami. Itulah yang
terjadi masa kini.
Bacalah, dengarkanlah berita hari ini dimedia elektronil
dan media cetak tidak pernah sepi pemberitaan dari korupsi, penipuan,
perselingkuhan. Yang aneh segera kita berkomentar ini tidak baik tetapi
sebaliknya kita adalah bagian dari pelaku.
Saudaraku yang
selalu mendapat hidayah dari Allah.
Dengan penjelasan uraian
diatas, hendaknya diperhatikan bahwa tuntunan
dan ancaman di dalam Al Qur’an adalah untuk seluruh manusia termasuk kita. Jika
ada peringatan, hati ini jangan lalai dan waspada terus menerus. Kita dapat mengambil pelajaran dari Abu Bakar
ash Sidiq, beliau yang sudah di jamin syurga oleh Rasulullah Saw masih bertanya
kepada sahabat apakah masih ada kelalaian pada dirinya. Demikian juga isteri
nabi yang bernama Siti Aisyah juga masih menyatakan dirinya termasuk salah satu
orang yang dhalim padahal beliau salah satu manusia yang telah di jamin masuk
syurga. Bagaimana dengan kita yang belum ada jaminan apa-apa masuk syurga dan
masih perlu dihisab?
Untuk ini mari kita perhatikan pesan Ibnu Qoyyim
Al Jauziah, “ Jika anda ingin mengambil manfaat Al Qur’an, bulatkan hatimu
tatkala membaca dan mendengarkan, pasang telingamu, hadirkan hatimu rasakan dengan
siapa yang engkau ajak bicara, siapa yang
dituju oleh firman
Allah, sadarilah yang dituju adalah anda melalui lisan Rasulullah Saw. Allah Swt
berfirman,
“Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai
hati atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyak-sikannya.
(Qs Qaaf : 37)
Dan kita tutup dengan doa
"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati
kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan
karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkaulah
Maha Pemberi (karunia)."
Wallahu a.lamu bish showab.
Diedit ulang dari
Buletin al Hikmah, PRM
Nitikan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar