Selasa, 30 April 2013

HATI YANG LALAI






HATI YANG LALAI

Bismillahirrahmanirrahiim
(Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)


Saudaraku yang diberkahi dan dirahmati Allah

Sesungguhnya segala puji hanya untuk Allah, dan Dialah yang  berkuasa   apa-apa   yang ada di langit dan apa-apa  yang ada di bumi. Semoga shalawat dan salam  kepada nabi  Muhammad Saw juga kepada seluruh keluarga, para sahabatnya  dan pengikutnya.

Saudaraku, tersebutlah dalam suatu kisah bahwa Maimun bin Mahram bertanya kepada Hasan Al Basri, “ Wahai Abu Said (Hasan), aku merasakan ada kelalaian  di hatiku, maka aku datang agar kamu menasehatiku. Lalu Hasan al Basri  menjawab dengan membacakan surat Asy Syu’araa 205-207,



Maka bagaimana pendapatmu  jika   Kami  berikan  kepada mereka keni`matan hidup ber-tahun-tahun, Kemudian datang kepada mereka azab yang telah diancamkan kepada mereka, nis-caya tidak berguna bagi mereka apa yang mereka selalu menikmatinya.
Mendengar ayat ini  Maimun bin Hasan langsung gemetar dan  pingsan.

Apakah yang  pelajaran yang dapat kita tarik  kisah singkat diatas? Maimun bin Mahran meskipun ibadah dan amalannya terjaga masih memerlukan nasehat dan merasa curiga kepada dirinya dan menganggap dirinya masih lalai. Ketika dibacakan Al Qur’an menjadi-jadilah kesadaran hatinya  bahwa isi Al Qur’an itu ditujukan kepada dirinya dan menyentuh kepada kalbunya yang paling dalam. Bukankah Allah Swt telah berfirman, 
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal,

(Qs An Anfaal :2)



Saudaraku yang dirahmati Allah. 
Patut kita pertanyakan kepada diri kita,  apa yang terasa bagi kita ketika Al Qur’an dikumandangkan pada pembukaan acara, ketika menjelang shalat Subuh atau Jum’at dan lebih ironis lagi ketika dikumandangkan di rumah duka. Pada waktu itu firman Allah  berlalu begitu saja, sudah tidak faham dan ditambah dengan hati yang lalai dan akibatnya sikap dan tindakan kita juga  menyimpang dari tuntunan Allah Swt. Jangankan untuk mendengarkan ayat-ayat suci diam sajapun tidak dapat dilakukan bahakan sibuk dengan canda dan tawa dan menghisab rookok tanpa merasa apapun 

Ada fenomena yang menarik lagi, yaitu ketika kita mendengar ceramah atau khutbah bila dijelaskan isi Al Qur’an dan hadits Rasulullah Saw. Isi ceramah tersebut berkisar  tentang pujian, peringatan dan ancaman  terhadap manusia. Penekanan khusus lagi tentang orang yang suka ghibah, orang munafik dan orang yang curang. Ketika mendengar kita setuju dan terkesan sekali dengan penjelasan  penceramah. Tetapi pada saat yang bersamaan kita mempersepsikan bahwa firman Allah tersebut ditujukan kepada orang lain, bukan kepada kita. Dan seakan kita bersih dari ghibah, kemunafikan dan kecurangan, dan kita tidak berani untuk menyatakan firman Allah itu mengenai tentang kelakuan kita sehari-hari. Mari kita ambil beberapa contoh.

Ghibah/Bergunjing.
Allah Swt berfirman,
“janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain.

(Qs Al Hujuraat : 12).


Mendengar surat ini dijelaskan dengan segera  kita membuat persepsi bahwa peringatan itu hanya untuk wanita atau  orang lain. Beranikah kita mengakui bahwa bergunjing adalah bagian dari kehidupan masa kini, dan kita terlibat di dalamnya baik secara langsung atau tidak Dimana-mana orang bergunjing di dalam majelis, arisan dan lebih dahsyat di media cetak dan media elektronik. 


Munafik.
Allah Swt berfirman
 


Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali 
(Qs An Nisaa 142).


Apa persepsi  sebagian orang tentang ayat ini, tentu ayat ini peringatan untuk orang munafik bukan untuk saya. Seandainya ada orang bertanya kepada kita, apakah anda orang munafik, tentu kita akan menjawab “tidak” dan mungkin akan marah dengan pertanyaan ini. Tetapi jika disesuaikan lagi dengan apa yang disabdakan Rasulullah Saw tentang orang munafik, bahwa ciri orang munfik itu ada empat yaitu, (1) jika dipercayai ia berkhianat, (2) jika berkata ia berdusta, (3) jika berjanji ia berkhianat, (4) jika ia berselisih ia berbuat jahat. Dengan kriteria ini lebih jelas bagi kita untuk klasifikasi orang munafik, mungkin termasuk kita Dan  berhati-hatilah jangan menjadi orang munafik karena Allah sangat keras mengancam,
Allah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan neraka Jahannam. Mereka kekal di dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka; dan Allah melaknati me-reka; dan bagi mereka azab yang kekal (Qs At Taubah  68)


Curang.
Allah Swt berfirman.

“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, Sekali-kali  jangan curang, karena sesungguhnya kitab orang yang durhaka tersimpan dalam sijjin. (Qs Al Muthaffifiin : 1).

Dan Syu`aib berkata: "Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan ja-nganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan ja-nganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan. (Qs Huud : 85).


Peringatan tentang curang dan kejahatan  dalam persepsi kita para pedagang dengan timbangannya. Sebenarnya kalau kita menelisik tentang kecurangan dan kejahatan  itulah panorama kehidupan masa kini. Para pegawai curang dengan berbagai dimensi seperti mengurangi waktu kerja dengan terlambat datang dan cepat pulang, apalagi dibidang keuangan. Bukan tidak mungkin suami mencurangi isterinya atau sebaliknya isteri mencurangi suami. Itulah yang terjadi masa kini. Bacalah, dengarkanlah  berita hari  ini dimedia elektronil dan media cetak tidak pernah sepi pemberitaan dari korupsi, penipuan, perselingkuhan. Yang aneh segera kita berkomentar ini tidak baik tetapi sebaliknya kita adalah bagian dari pelaku.

Saudaraku yang selalu mendapat hidayah dari Allah.
Dengan penjelasan  uraian diatas, hendaknya diperhatikan bahwa tuntunan dan ancaman di dalam Al Qur’an adalah untuk seluruh manusia termasuk kita. Jika ada peringatan, hati ini jangan lalai dan waspada terus menerus.  Kita dapat mengambil pelajaran dari Abu Bakar ash Sidiq, beliau yang sudah di jamin syurga oleh Rasulullah Saw masih bertanya kepada sahabat apakah masih ada kelalaian pada dirinya. Demikian juga isteri nabi yang bernama Siti Aisyah juga masih menyatakan dirinya termasuk salah satu orang yang dhalim padahal beliau salah satu manusia yang telah di jamin masuk syurga. Bagaimana dengan kita yang belum ada jaminan apa-apa masuk syurga dan masih perlu dihisab?

Untuk ini mari kita perhatikan pesan Ibnu Qoyyim Al Jauziah, “ Jika anda ingin mengambil manfaat Al Qur’an, bulatkan hatimu tatkala membaca dan mendengarkan, pasang telingamu, hadirkan hatimu rasakan dengan siapa yang engkau ajak  bicara,  siapa  yang  dituju  oleh  firman Allah, sadarilah yang dituju adalah anda melalui lisan Rasulullah Saw. Allah Swt berfirman,

“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyak-sikannya.

(Qs Qaaf : 37)

Dan kita tutup dengan doa 

"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi (karunia)."

Wallahu a.lamu bish showab.

Diedit ulang dari
Buletin al Hikmah, PRM Nitikan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar