Minggu, 09 Desember 2012

MENGENDALIKAN AMARAH




MENGENDALIKAN AMARAH

Bismillahirrahmanirrahiim
(Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)

Saudaraku yang diberkahi dan dirahmati Allah
Jika hari ini saudaraku menebarkan salam dengan diiringi sedikit senyum, dan penuh rasa kasih kepada semua makhluk, terdetak selalu dzikir kepada Allah maka damailah dunia ini. Tidak ada rasa marah, jengkel terhadap semua di depan semua serba salah ini merah seharusnya hijau, ini lurus tetapi kok berkelok ada saja yang salah sambil mengomel. Baca berita atau dengar berita dari telivisi marah lagi ini Pemerintah keliru mengambil kebijakan seharusnya dan seharusnya sambil dahipun berkeriput. Aku yakin saudaraku yang beriman tidak demikian, karena kebencian dan kemarahan dapat dikendalikan dan selalu sadar bahwa kondisi yang dihadapi adalah dinamika dunia. Alhamdulillah.

Tetapi harus kita sadari bahwa setiap orang pasti pernah marah, dan bila orang marah sangat manusiawi  dan   normal.   Bila  marah  itu berakibat bencana  bagi diri sendiri dan bagi orang banyak itulah menjadi tidak normal. Marah yang sarat dengan dendam dan penuh kebencian diikuti dengan perbuatan yang menyakiti baik dalam kata maupun perbuatan. Memaki-maki, mengejek dan puncaknya rela melakukan terror, asal nafsu amarah dapat terpuaskan
Para ilmuwan mengatakan, secara psikologis marah termasuk reaksi pertahanan diri dan  ekspresidari kecenderungan manusia untuk berbuat baik dan bijak. Sejak di dalam rahim seorang manusia telah belajar mengembangkan konsep diri.  Pada perkembangan selanjutnya marah berkembang menjadi sebuah cerminan tanggung jawab. Kita marah bila ada sesuatu yang menjadi tanggung jawab kita tidak berjalan sebagaimana mestinya. Dalam Islam tanggung jawab adalah amanah. Amanah bagi seorang manusia Muslim adalah jati diri sekaligus penentu kehadiran kita di dunia ini.
Jika kita mengikuti perkembangan kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat maka kondisinya sangat memprihatinkan karena marah merupakan pakaian sehari-hari. Cara menyampaikan pendapat atas sesuatu yang tidak sejalan dengan pikiran terwujud dalam bentuk makian, ejekan dan diikuti dengan perusakan. Perusakan bukan fasilitas umum saja bahkan tertuju kepada kantor-kantor sebagai pusat kewibawaaan pemerintah seperti kantor kepala daerah, kantor polisi, kantor pengadilan bahkan lebih dahsyat lagi rumah ibadahpun tidak segan untuk dirusak atau dibakar.
Mencermati perkembangan ini, dapat dikatakan bahwa nafsu amarah telah menguasai sebagian umat dengan berbagai alasan pembenaran tindakan yang dilakukan.  Masih beranikah kita menyatakan kita termasuk orang yang takwa bila nafsu amarah masih membelenggu jiwa. Allah sudah menentukan kriteria orang yang takwa, Allah swt berfirman
 Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema`afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
( Qs Ali Imran : 133-134)
Oleh karena itu mengendalikan amarah merupakan kebutuhan dalam mewujudkan takwa dan kita perlu merenungkan kembali peringatan Allah dan tuntunan nabi  Saw. Allah Swt mengingat kepada Rasulullah Saw, dengan firman Nya :
berlaku lemah-lembut ter-hadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.(Ali Imran 159).
Ibnu Katsir menjelaskan dalam tafsirnya “Allah telah melembutkan hati beliau dalam menghadapi umatnya, ini adalah akhlak Rasulullah saw. Abdullah bin Umar berkata. Sesungguhnya, saya menemukan sifat Rasulullah saw, tutur katanya tidak kasar, hatinya tidak keras, tidak suka berteriak-teriak di pasar-pasar, dan tidak suka membalas kejahatan orang dengan kejahatan lagi, namun dia memaafkan dan mengampuninya.
Inilah acuan utama kita dalam mengendalikan amarah, Islam sangat mendorong pribadi Muslim agar bisa mencapai suatu tingkatan, yang terbebas dari rasa amarah. Selanjutnya Rasulullah  selalu menasehati para sahabat untuk mengendalikan rasa marah. Dari Abu Hurairah diceritakan, “ Sesungguhnya ada se-orang lelaki menemui Rasulullah Saw dan berkata berilah aku nasihat, ‘Nasehat beliau, janganlah engkau marah, ‘ Demikianlah beliau mengulangi nasehat itu tiga kali “janganlah engkau marah.”. Dan pada kesempatan lain Rasulullah Saw mengingatkan bahwa : “Orang kuat bukanlah kuat dalam pergulatan, namun orang yang kuat adalah orang yang mampu menahan nafsunya ketika marah.”Jika seorang hakim memutuskan perkara, Rasulullah saw menegaskan, “ Hendaklah seseorang tidak mengadili antara dua orang sementara dia sedang marah. “
Mengendalikan amarah.
Seperti diuraikan diatas bahwa marah adalah manusiawi, bahkan menunjukan kadar keimanan. Melihat kemungkaran, melihat ketidak adilan, agama dihina wajib hukumnya untuk marah. Marah seperti ini adalah sesuai fitrah   karena kita sudah mempunyai alasan yang objektif  untuk marah. Wujud kemarahan itulah yang harus dikendalikan sehingga tidak merusak tetapi bermanfaat untuk melahirkan insiatif yang tetap dalam jalur Al Qur’an dan sunnah. Ada beberapa tuntunan praktis untuk mengendalikan amarah :
1.   Jika kita marah dalam kondisi berdiri, maka duduklah dan ketika marah sedang duduk, maka berbaringlah. Insya Allah kemarahan dapat diredam dan aliran darah dapat normal kembali.
2.   Jika sedang marah, berwudhulah dengan segera. Air adalah pendingin  tubuh dan sekaligus pe-nyejuk hati.
3.   Redam dengan zikir. Zikir sangat efektif meredam marah dan membuat hati menjadi tenang. Jika sedang marah berisighfarlah  dan ikuti “Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang ter-kutuk. Allah Swt berfirman:
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (Qs Ar Ra’d :28)
4.   Rubahlah kemarahan dengan kasih sayang. Allah swt berfirman :
Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik. (Qs Al Al Furqon : 63)
Saudaraku, dalam pesan 7 menit ini, perlu kuingatkan bahwa marah memang sangat berbahaya, sampai-sampai Rasul Saw mengulanginya hingga 3 kali. Jangan marah!  Karena kemarahan, kita bisa kehilangan harga diri. Karena kemarahan, kita bisa berlaku tidak adil. Karena kemarahan, kita bisa bermusuhan meskipun dengan kerabat sendiri. Dan karena marah, kita bisa lupa daratan.
Semoga Allah Swt  menjauhi kita dari amarah dan hati ini penuh rasa kasih sayang sesama manusia.

Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepada-Mu)".

Wallahu ‘alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar