DIALOG IMAJINER
DENGAN NURCHOLIS MAJIDN (ALM)
TENTANG
TENTANG
TAKWA DAN PUASA
Bismillaahirrahmanirrahiim
(Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang)
Saudaraku yang dirahmati Allah
Saat ini
kita sedang menunggu-nunggu bulan Ramadhan. Pemberitaan di media masa tentang
Ramadhan juga makin meningkat apalagi pemerintah selalu menyatakan sembilan bahan
pokok tersedia, angkutan Ramadhan sudah siap, jalan Pantura siap sebelum bulan
Ramadhan. Bagi individu cara menyambut
bulan Ramadhan pun berbeda-beda tingkat kesiapannya ada yang biasa-biasa saja,
mungkin ada yang sedih dan sebagainya. Tetapi bagi orang beriman yang
mengetahui tentang keutamaan bulan Ramadhan menghadapi bulan Ramadhan sangat
bergembira seperti menyambut tamu agung. Maka diucapkanya “Marhaban ya Ramadhan”.
Dapat
dibayangkan ketika Ramadhan tiba, suasana demikian semaraknya masjid-masjid
penuh dengan jama’ah agak berbeda dengan hari-hari biasa, karena banyak orang mengetahui
inilah bulan yang sangat istimewa penuh
rahmat dan barokah. Ini adalah ladaqng
amal melaksanakan puasa dan berbagai ibadah dan kebajikan untuk meraih predikat
takwa. Allah Swt berfirman :
Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (Qs Al Baqarah : 183)
Nurcholish
Madjid (alm) dalam berbagai pesan takwanya di Masjid Paramadina menguraikan tentang puasa dan berbagai
implikasinya. Untuk memahami lebih lanjut
pesan takwa berkaitan dengan puasa disajikan dalam bentuk
dialog imajinair dengan
Nurcholish Madjid (alm).
Tanya : Di dalam surat Al
Baqarah 183 dijelaskan bahwa tujuan puasa adalah agar kamu bertakwa. Bagaimana puasa bisa mengantarkan kita kepada
takwa?
Jawab (NM) : Karena puasa adalah ibadah yang paling
pribadi. Paling personal. Jika ibadah
lain mudah tampak oleh mata, maka tidak demikian dengan puasa. Seorang mengerjakan
salat atau tidak, bisa kita ketahui.
Kita juga bisa tahu, apakah seseorang membayar zakat atau tidak. Orang yang
beribadah haji lebih mudah lagi kita ketahui. Karena haji adalah ibadah yang
sangat demonstratif. Tetapi, tidak ada
yang tahu kita benar-benar berpuasa, kecuali diri kita sendiri dan Allah Swt.
Tanya : Mengapa begitu ?
Jawab (NM) : Karena cukuplah puasa kita batal hanya dengan
meminum seteguk air pada pada waktu kita
tak tahan dan sendirian. Dengan seteguk air yang kita mengharapkan untuk meringankan
derita haus, maka seluruh puasa kita telah hilang. Hal itu hanya kita sendiri
dan Allah swt yang tahu. Itulah sebabnya dalam sebuah hadis Qudsi, dijelaskan : “ Dari Abu Shalih Az Zayyat,
ia mendengar Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw bersabda, Allah berfirman, “
setiap amal anak Adam bagi dirinya, puasa itu untukKu dan Akulah yang menanggung pahalanya (HR
Bukhari)
Tanya
: Kata
puasa yang kita pinjam dari bahasa Sansekerta, sebagai terjemahan dari
kata shawm atau shiyam, mempunyai makna menahan diri. Apakah yang dimaksud menahan
diri disini ?
Jawab (NM) : Ibadah puasa adalah ibadah melatih menahan
diri. Karena kelemahan manusia yang terbesar ialah ketidaksanggupan menahan
diri. Ini dilambangkan dalam kisah kekek kita yaitu Adam. Ketika dia bersama
isterinya Hawa dipersilahkan oleh Allah swt untuk tinggal di surga dan
diberikan kebebasan
untuk menikmati apa saja yang tersedia di surga. Semuanya boleh, hanya satu
pohon yang tidak boleh. Allah sudah membuat perjanjian, namun Adam rupanya
lupa dan kurang teguh kemauannya. Digambarkan dalam Al Qur’an.
“Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada
Adam dahulu, maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya
kemauan yang kuat. (Qs Thahaa : 115)
Ini adalah drama kosmis yang melambangkan karakter
manusia. Bahwa kelemahan manusia terletak ketidak mampuannya menahan diri dari
golongan keserakahan. Dan kita adalah cucu Adam mempunyai potensi menjadi
seperti kakek kita, jatuh tidak terhormat. Maka puasa bertujuan untuk
mengingatkan kita bahwa kita harus menahan diri.
Tanya : Apa ukuran kita dapat menahan diri ?
Jawab (NM) : Ukuran puasa
bukanlah lapar dan dahaga. Seolah-olah makin lapar dan semakin dahaga, pahalanya semakin besar. Tidak demikian. Pahala puasa tergantung
kepada sikap jiwa. Dalam hadis disebutkan sebagai jiwa imanan wa ihtisaban.
Yaitu, penuh percaya kepada Allah dan penuh perhitungan kepada diri sendiri. Dari
Abu Hurairah, Nabi saw bersabda “Barangsiapa berpuasa dengan penuh iman dan
penuh instropeksi, maka seluruh dosanya dimasa lalu akan diampunkan oleh Allah
(HR Bukhari).
Tanya : Apakah yang dimaksud penuh
instropeksi disini ?
Jawab : Instropeksi diri
adalah memeriksa diri sendiri dengan menanyai diri sendiri, dapat dilakukan dengan
tafakkur, i’tikaf serta melaksanakan
shalat malam. Karena pada waktu itu adalah moment yang baik untuk bertanya
secara jujur sebetulnya siapa saya ini ? Apakah betul saya ini orang baik ? Apa
betul yang saya lakukan adalah benar-benar kebaikan ?
Tanya (NM) : Adakah contoh untuk
memberikan gambaran deretan pertanyaan diatas ?
Jawab : Ada perumpamaan
karikatural. Ketika rumah kita diketok orang yang meminta sedekah/uang lalu
kita memberinya uang, ikhlaskah pemberian kita? Ataukah untuk mengusir orang
itu supaya lekas pergi ? Ada satu batas yang kadang tidak tampak. Kelihatannya
sedekah, tetapi sebetulnya perlakuan kasar. Karena kita menghendaki orang itu
lekas pergi. Kadang-kadang kita katakan kepada anak kita atau pembantu kita
“kasih orang itu uang biar lekas pergi.” Kelihatannya sedekah tapi sebetulnya
mengusir.
Tanya : Apakah hikmah
instropeksi diri dikatkan dengan puasa?
Jawab : Puasa menjadi
kesempatan untuk instrospeksi total, sebetulnya siapa diri kita. Semua aktifitas
perlambang bahwa kita tidak punya pretensi apa-apa.Tidak punya perasaan sebagai
orang baik dan sebagainya. Hanya dengan instropeksi seperti itu taubat kita diterima dan
kita mendapat petunjuk dari Allah Swt.
Tanya : Mohon pesan terakhir
supaya, puasa kita tidak sia-sia ?
Jawab (NM) : Renungkan semua itu, agar supaya puasa kita
betul-betul menjadi lebih baik. Jangan sampai panas setahun hilang oleh hujan
sehari. Jangan sampai puasa kita sepanjang bulan Ramadhan lewat terhapus begitu
saja oleh kesalahan kita. Nabi saw memperingatkan : Dari Abu Hurairah, Rasulullah
Saw bersabda, barang siapa yang tidak bisa meninggalkan perkataan kotor dan
(tak bisa meninggalkan) perbuatan kotor maka Allah tidak punya keinginan
apa-apa meskipun orang itu meninggalkan makan dan minum (HR Bukhari),
Saudaraku, renungkanlah dialog imajiner ini supaya puasa kita tidak sia-sia, dan insya
Allah predikat Takwa dapat kita raih.
Wallahu a'lam
Sumber bacaan
Pesan-pesan Takwa Nurcholish Madjid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar